Kasus tidak bisa dicairkannya tabungan murid sekolah dasar di Pangandaran berimbas pada Ibrahim Alkalipi.
Dia merupakan satu di antara murid yang baru lulus dari SD Negeri 2 Kondangjajar.
Ibrahim adalah anak dari janda bernama Armilah (57), warga Dusun Binangun RT 09/03 Desa Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
Ibrahim memiliki uang tabungan sekitar Rp 2,2 juta yang belum dikembalikan pihak SD.
Kini, Ibrahim akan meneruskan sekolahnya di MTs di Kondangjajar.
Akibat tabungannya tak bisa ditarik, Armilah mengatakan, Ibrahim belum memiliki seragam sekolah dan baju olahraga di MTs.
Selama bersekolah di SD, Ibrahim selalu diajarkan ibunya untuk selalu berhemat dan belajar menabung.
Karena, Armilah sadar kondisi ekonomi yang berbeda dengan kehidupan keluarga lainnya yang serba berkecukupan.
Armilah bekerja sebagai buruh serabutan dengan upah Rp 40 ribu per hari. Itupun jika ada orang lain yang menyuruhnya bekerja.
Jika ada rezeki dan sisa kebutuhan di dapur, dia selalu menyisihkan sebagian uang ditabung anaknya.
“Hampir setiap hari anak saya menabung. Nominalnya tidak besar, kalau nabung paling sebesar Rp 5 ribu,” ujar Armilah kepada Tribunjabar.id di rumahnya, Jumat (30/6/2023) pagi.
Ibrahim kadang menabung Rp 10 ribu, kalau ada uang pemberian dari saudara dan tetangga yang dekat dengannya.
“Kebetulan, kan, kalau disuruh apa saja dia pasti mau. Tetangga mungkin pada kasihan,” katanya.
Tidak hanya uang pemberian darinya, tapi uang pemberian dari orang lain pun selalu ditabungkan di sekolah dan kadang disimpan di celengan Ibrahim.
“Celengan sudah dibongkar, uangnya buat kebutuhan biaya kelulusan wisuda. Tapi, kalau di SD sekarang malah belum cair. Padahal, buat beli seragam sekolah,” ucap Armilah.
Uang yang belum dikembalikan pihak SD Negeri 2 Kondangjajar itu hasil menabung Ibrahim sejak kelas satu sampai kelas empat.
“Waktu corona enggak menabung,” ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah orang tua murid telah berkonsultasi dengan pengacara untuk mengurus kasus tersebut.
Para orangtua murid itu jengkel karena tak kunjung ada penyelesaian dari pihak sekolah.
Pihak sekolah dan guru sendiri bahkan sampai meminta Pemerintah Kabupaten Pangandaran untuk membantu melunasi utang mereka.
Diketahui, uang yang belum dikembalikan mencapai Rp 7,47 miliar.
Lalu, uang sebesar Rp1,4 miliar lebih, masih dibawa oleh para guru.
Kasat Reskrim Polres Pangandaran, AKP Luhut Sitorus mengatakan, para guru tersebut lah yang menjadi akar masalah dalam kasus ini.
“Aktor sebenarnya, ya guru-guru itulah. Orang tua niat nabung kan ke sekolah bukan ke koperasi,” ujar Luhut kepada Tribunjabar.id, Selasa (27/6/2023) siang.
Sebenarnya, untuk menetapkan ‘aktor’ utama harus melalui gelar perkara, namun dalam kasus ini, guru lah yang mengambil uang tabungan murid.
“Mereka (siswa) kan, nabung ke guru bukan ke koperasi,” katanya.
Ditanya soal ancaman hukum, guru yang meminjam uang siswa namun belum dikembalikan bisa terancam Pasal 372 KUHP terkait penggelapan uang dengan ancaman hukuman penjara maksimal 4 tahun.
Namun, jika uang tersebut telah dibayarkan dan pihak korban menghendaki adanya restorasi justice, maka proses hukum bisa dihentikan.
“Kalau tidak ada restorasi justice, berarti hukum tetap berlanjut. Karena, kami kan tidak bisa menghentikan perkara begitu saja. Apalagi, alat buktinya sudah lengkap,” ucap Luhut.
Ada Rp1,5 Miliar yang Dipinjam Guru
Diketahui ada beberapa sekolah yang masih belum mengembalikan uang tabungan siswa tersebut
Tabungan siswa yang belum dikembalikan mencapai Rp7,4 miliar.
Dari angka tersebut, ada Rp1,4 miliar yang dipinjam oleh guru.
Hal itu disampaikan Inspektur Inspektorat Kabupaten Pangandaran sekaligus sebagai ketua tim khusus dalam penyelesaian uang tabungan, Apip Winayadi.
“Iya (Jumlahnya mencapai Rp 7, 47 miliar), di 2 Kecamatan Cijulang dan Parigi,” ujar Apip.
Keterangan Pengacara Orang Tua Murid
Pihak pengacara orang tua murid sendiri menyampaikan bahwa kliennya berharap agar kasus ini bisa segera tuntas.
“Mereka (orang tua murid dari 3 SD) konsultasi dan sekarang ada yang sedang mengumpulkan KTP dan akan memberikan surat kuasa,” ujar Ai Giwang Sari Nurani SH satu advokat di Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran melalui WhatsApp, Rabu (28/6/2023) siang.
Setelah menerima kuasa, Ia bersama advokat lainnya akan berkoordinasi dengan tim khusus dan mendatangi pihak sekolah.
Dari keterangan semua orang tua yang konsultasi termasuk anaknya yang sudah lulus 2 tahun lalu, sebelumnya mereka hanya menerima janji – janji dari pihak sekolah.
“Jadi orang tua hanya menerima janji-janji terus. Karena, pihak sekolah tidak punya uang dan katanya akan mendesak terus pihak koperasi,” ucapnya.
Namun demikian, pihak koperasi di Parigi pun menunggu uang cair jika aset berupa bangunan sudah laku terjual.
“Orang tua, sebenarnya sudah jengkel tapi gimana lagi,” kata Ai.
Padahal, setiap akhir tahun pelajaran orang tua yang anaknya sudah lulus 2 tahun lalu selalu menanyakan kapan cairnya uang tabungan tersebut.
“Tapi, kan tetap, mereka (pihak sekolah) tidak punya uang. Mau apa yang dikasih, kan,” ujarnya.
cr:tribunnews